Pemutaran Film Dokumenter “HOPE”
Jakarta 8 Oktober 2010 – Pemutaran film dokumenter “HOPE” karya Andibachtiar Yusuf di Oktroi Kemang. “Indonesia akan begini-begini aja kalo loe cuma bisa protes,” ujar Pandji Pragiwaksono, inilah salah satu bagian penting dari film Hope karya terbaru dari Andibachtiar Yusuf. Sineas yang pernah melahirkan The Jak (2007), The Conductors (2008) dan Romeo Juliet (2009), sutradaraa muda yang kerap melahirkan karya-karya yang relatif unik dibanding arus yang muncul di jagad perfilman Indonesia.
“Bagi saya film yang baik adalah yang bisa menunjukkan situasi kekinian suatu bangsa,” ujar Yusuf tentang karya-karyanya. Lewat Hope yang rencananya akan ber-World Premiere di Jakarta International Film Festival 2010 ini, lulusan Jurnalistik Universitas Padjajaran ini melukiskan kegelisahannya terhadap situasi bangsanya yang disebutnya sebagai “Gak pernah kemana-man, seolah segala potensi itu tidak ada," sembari menambahkan “Tapi nasib suatu bangsa tidak akan pernah berubah jika tidak diubah sendiri oleh bangsa itu,”
Hope adalah sebuah gambaran Indonesia masa kini, 12 tahun setelah saat yang disebut sebagai masa reformasi yang saat itu dikabarkan sebagai arus balik sejarah bangsa ini yang disebut dinaungi kegelapan di era Orde Baru.
Dokumenter berdurasi 72 menit ini dikerjakan dalam kurun waktu 8 bulan masa produksi dan 3 bulan pasca produksi dan menempuh jarak perjalanan Jakarta-Bandung-Semarang-Manado hingga ke Genting di Malaysia. Dikerjakan secara gerilya oleh tim Bogalakon Pictures rumah produksi yang terus bersemboyan “Kami bukan filmmaker, kami Bogalakon,” Segala hal dibenarkan oleh tim huru hara ala Bogalakon ini, mulai dari menempel kegiatan dokumentasi kedatangan trofi Piala Dunia 2010 sampai menonton aksi tim Barongsai Kong Ha Hong di Malaysia.
Diperkuat oleh gerilyawan muda seperti Edmond Waworuntu, Chemonk Faiz Tjotjona, Santrianov dan Adal Bonai, Hope adalah karya keempat rumah produksi peraih Piala Citra 2008 dan nominasi 2009 untuk kategori Dokumenter Terbaik.
Selain akan dipresentasikan di JIFFEST, film ini akan juga dipertontonkan di sinema komersial yang memberi ruang pada karya digital seperti layaknya teknis yang digunakan oleh karya ini. Juga, film ini akan mencoba metode baru pendistribusian sinema (setidaknya untuk ukuran Indonesia) lewat tayang secara online alias streaming.
Selanjutnya, film ini akan diputar mengelilingi Indonesia lagi-lagi secara gerilya lewat pemutaran-pemutaran di komunitas yang tentu saja akan dibarengi dengan workshop dan diskusi.
Beranda
Label: hope
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda