<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/3221512431424559915?origin\x3dhttp://infogaya-harian.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Jumat, 05 Desember 2014

Penyebab Suara Bergemuruh Dikepala

InfoGaya - Telinga berdenging atau dikenal dalam bahasa medis sebagai Tinitus, banyak dikeluhkan sebagai suatu bising atau bunyi yang muncul di kepala. Meski istilah tersebut (bahasa latin tinnere = ringing) seringkali dipakai untuk suara seperti dengungan (buzzing), deringan (ringing), atau gemuruh (roaring), juga termasuk di dalamnya ketukan berirama (pulsatile beats), klik, dan suara lainnya yang dapat berasal/tidak berasal dari telinga sendiri. Karena itu tinitus bukanlah penyakit atau sindroma, tapi hanya merupakan gejala yang mungkin berasal dari satu atau sejumlah kelainan.

Sebetulnya suara yang terdengar oleh telinga tersebut belum tentu bersifat kelainan (patologis)…. Jika orang sehat (terbukti telinganya normal) berada dalam ruang kedap (anehoic chamber), maka ia akan dapat mendengar berbagai macam suara yang berasal dari berbagai organ tubuhnya sendiri yang memang bekerja setiap saat, contohnya: pernafasan, kontraksi jantung, dan aliran darah. Kenyataannya… dalam kehidupan sehari-hari, suasana yang memungkinkan suara fisiologis (normal) tersebut terdengar oleh seseorang sangat jarang tercipta… bahkan dalam kamar yang sunyi di malam hari sekalipun, yang tetap memiliki bunyi masking dari lingkungan dengan intensitas bunyi sekitar 25 – 30 dB. Tinitus baru menjadi gejala jika suara organ tubuh intensitasnya melebihi bunyi masking lingkungan tadi.

Tinitus kerap diderita terutama orang pada kelompok usia pertengahan dan tua. Menurut National Centre for Health Statistics di Amerika sana, sekitar 32% orang dewasa pernah mengalami tinitus pada suatu saat tertentu dalam hidupnya, dan 6 % nya sangat menganggu dan cukup sulit disembuhkan. Di Inggris, 17% populasi juga memiliki masalah tinitus. Sayangnya di Indonesia belum ada data statistiknya, namun berdasarkan pengalaman empiris, penderita tinitus cukup banyak dan sering ditemui di tempat praktek, klinik, maupun rumah sakit. Meski tinitus bukanlah keadaan yang membahayakan, munculnya gejala ini pada hampir kebanyakan orang sangat mengganggu dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan pekerjaannya.

Tinitus sendiri diklasifikasikan menjadi tinitus obyektif dan subyektif. Tinitus bersifat obyektif bila bunyi yang dipersepsikan oleh penderita juga dapat didengar oleh orang lain atau pemeriksa, dan bersifat subyektif bila bunyi dipersepsikan hanya oleh penderitanya saja. Secara umum tinitus obyektif diyakini berasal dari suatu sumber suara akustik (ataupun getaran/vibrasi) yang dapat teridentifikasi. Adapun tinitus subyektif dianggap berasal dari adanya abnormalitas pada jalur saraf pendengaran perifer dan/atau sentral. Tinitus juga dapat diklasifikasikan ke dalam pulsatil atau non pulsatil, yang mengindikasikan sumber penyebabnya berasal dari sistem vaskular (pembuluh darah). Pulsatil tinitus bisa obyektif ataupun subyektif.

Kenyataannya pada kebanyakan kasus, tinitus jauh lebih kompleks dari yang bisa diduga berdasarkan pengklasifikasian di atas, maka tampaknya lebih akurat bila membagi tinitus berdasarkan kemungkinan sumber penyebab yang ternyata tidak sedikit. Berikut ini daftar berbagai hal yang hingga saat ini telah teridentifikasi dapat menjadi sumber penyebab tinitus:

  1. Kelainan vaskular (pembuluh darah) baik pada arteri atau vena.
  2. Kelainan muskular (otot): klonus otot palatum atau tensor timpani.
  3. Lesi pada saluran telinga dalam (internal auditory canal): Tumor saraf ke-8, vascular loops
  4. Gangguan kokhlea (organ telinga dalam): trauma akibat bising, trauma tulang temporal, penyakit Meniere’s, presbikusis (disintegrasi saraf ke-8 karena proses penuaan), Sudden sensorineural hearing loss (tuli saraf mendadak), emisi otoakustik.
  5. Ototoksisitas (Kerusakan organ telinga dalam akibat obat): aspirin, kuinin, dan antibiotika tertentu (aminoglikosida).
  6. Kelainan telinga tengah: infeksi (efusi), sklerosis, gangguan tuba eustachi.
  7. Lain-lain: serumen (kotoran telinga), benda asing pada saluran telinga luar.

Penanggulangan:
Penanggulangan dan hasil pengobatan gejala tinitus pada seorang penderita dengan demikian akan sangat bervariasi tergantung dari sumber penyebabnya, dan apakah berhasil diidentifikasi atau tidak?....Sehingga anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang teliti dan memadai dari seorang dokter benar-benar dibutuhkan untuk mendapat hasil yang lebih baik.

A. Medikamentosa:
Berbagai penelitian untuk menemukan jenis obat masih terus dilakukan. Adapun jenis obat yang dapat secara konsisten efektif pada pengobatan jangka panjang belum juga ditemukan. Meski demikian pemakaian beberapa jenis obat sedikit banyak dapat memberikan perbaikan pada pasien tinitus, seperti:

  1. Niacin dan derivatnya: nicotinamide (vasodilator) yg secara empiris telah digunakan secara luas untuk kelainan kokhlea (contoh: penyakit Meniere’s)
  2. Trimetazidine: obat anti iskemia dengan antioksidan
  3. Vitamin A: pada dosis tinggi dilaporkan memperbaiki ambang persepsi dan mencegah tinnitus. Namun perhatian terhadap toksisitasnya dapat membatasi vitamin A dalam penggunaan praktis.
  4. Lidokain intravena: suatu golongan anestetik local amide dengan aktivitas system saraf pusat, dilaporkan berguna dalam mengontrol tinnitus.
  5. Tocainine: merupakan lidokain oral dengan waktu paruh yang panjang.
  6. Trisiklik trimipramine: suatu anti depresan

B. Pembedahan:
Pembedahan juga berperan dalam penanganan tinnitus jika diaplikasikan untuk mengoreksi sumber penyebab. Misalnya: stapedektomi untuk kelainan otosklerotik, lainnya adalah koklear implant. Pertimbangan juga dapat diberikan untuk melakukan terhadap pengikatan saraf ke-8 divisi koklearis, walaupun hasilnya tidak dapat diprediksikan.. dan tentu saja hanya bisa dilakukan terhadap pasien yang memang fungsi pendengarannya sudah rusak berat alias tuli berat yang tidak mungkin lagi dikoreksi.

C. Masking:
Prinsip dari masking adalah mengaplikasikan suatu nada akustik tertentu yang memiliki karakteristik yang sama dengan tinitus (ukuran frekuensi dan intensitas) sehingga bunyi menjadi tidak terdengar, melalui suatu alat khusus, diantaranya telah didisain menyerupai alat bantu dengar (hearing aid) namun tanpa mikrofon.

D. Pengobatan lainnya:
Stimulasi listrik pada area tulang temporal dan gendang telinga, dengan keberhasilan yang bervariasi dalam mengurangi tinnitus. Modifikasi diet, biofeedback, akupunktur, dan oksigen hiperbarik juga telah diusulkan untuk mengontrol tinitus, dan dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif jika penanganan konvensional sebelumnya gagal.

Label: , , , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda